Cerpen : Tradisi Desa Tertinggal Karya Nabila Zahra Safitri_XI 1

Sebuah desa terpencil yang ada di wilayah Kabupaten Batang, Jawa tengah yang bernama Desa Toso. Desa yang konon katanya memiliki sebuah batu legenda yang bernama Batu Gamelan, batu tersebut bisa mengeluarkan suarasuara seperti gamelan atau Gong yang dimainkan oleh seseorang. Batu Gamelan dapat mengeluarkan suara pada hari-hari yang dikenal keramat yaitu hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

Nadia, merupakan remaja 17 tahun yang sangat menyukai kesenian daerah. Dia merasa tertarik dengan Batu Gamelan tersebut. Suatu ketika neneknya menceritakan tentang batu tersebut yang dapat mengeluarkan melodi indah menenangkan jiwa, Nadia membayangkan betapa indahnya suara yang dihasilkan oleh batu tersebut.

Suatu malam, Nadia tidak bisa tidur tidak seperti biasanya. Ia memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalah di sekitar rumah. Malam itu, Nadia mendengar suara indah seperti sedang ada pesta. Karena penasaran dengan suara itu, Nadia pergi ke sumber suara untuk melihat apa yang sedang terjadi. Betapa terkejutnya saat ia melihat sekelompok orang tua yang sedang berkumpul disekitar batu gamelan tersebut, ada yang sedang bernyanyi, dan menari dengan menggunakan pakaian adat desa tersebut. Suara mereka lembut dan penuh makna.

“Permisi pak, apa yang sedang bapak lakukan?”, tanya nadia kepada salah satu lelaki tua di sana.

“Kami sedang merayakan acara syukuran untuk hasil panen yang kami dapat”. jawab lelaki tua itu.

“Kami datang ke sini untuk meminta berkah atas nikmat Tuhan yang telah diberikan, serta mengingat kami tentang para leluhur desa ini”, lanjut lelaki tua itu kepada Nadia.

Mendengar hal tersebut, Nadia semakin yakin untuk melestarikan budaya ini, tapi Nadia tidak yakin untuk melestarikan budaya ini karena kemajuan teknologi membuat sebagian anak muda jaman sekarang lebih tertarik dengan musik yang modern daripada musik tradisional. Tapi semangat Nadia untuk melestarikan budaya ini, membuatnya tak takut untuk terus mencoba.

Keesokan paginya, Nadia menceritakan tentang Batu Gamelan yang dapat mengeluarkan suara yang indah,pada awalnya teman-temannya ragu akan hal itu. “Apa menariknya? kita sudah punya musik modern yang lebih bagus dan asik,” salah satu dari mereka berkomentar.

“Kamu coba saja ini asik kok”, ujar Nadia kepada teman-temannya untuk mencoba merasakan dan mendengarkan keunikan Batu Gamelan.

“Oke akan aku coba”, ujar salah satu temannya yang mulai tertarik dengan keunikan Batu Gamelan tersebut.

Namanya Viko yang ingin mencoba memainkan Batu Gamelan tersebut, Viko mulai mengetuk batu tersebut dengan lembut, dan seketika suara lembut melintas diudara. Semua temannya dibuat terkagum-kagum dengan suara yang dihasilkan oleh batu tersebut.

“Lihatlah sangat bagus bukan teman-teman!”, ujar viko senang saat batu tersebut mengeluarkan suara yang menenangkan jiwa.

Karena aksi Viko memainkan batu tersebut semua teman Nadia akhirnya memberanikan diri untuk mencoba memainkan batu tersebut. Mereka mulai bernyanyi dan memainkan alat musik yang mereka bawa, suara Batu Gamelan yang menyatu dengan melodi yang mereka ciptakan. Hari itu, secara tidak sadar mereka menari, tertawa dan merayakan kebersamaan, mengenang kembali budaya nenek moyang yang mulai terlupakan.

Setelah Nadia berhasil membuat teman-temannya tertarik pada Batu Gamelan tersebut tempat itu menjadi ramai, Sehingga membuat Desa Toso menjadi ramai pengunjung, karena suara Batu Gamelan yang mistis membuat penasaran banyak orang.

Keesokan harinya, Nadia berkumpul dengan teman-temannya di sekitar Batu Gamelan, tidak lama datanglah seorang pria dengan pakaian yang rapi namanya Pak Arman yang mengaku sebagai perwakilan pemerintah daerah. “Selamat siang anak-anak, maaf mengganggu waktunya”, sapa Pak Arman ramah sambil menatap mereka.

“Siang, Pak”, balas Nadia sembari tersenyum, meski sedikit bingung dengan kedatangan tamu yang tak terduga.

“Saya dengar dari orang-orang tempat ini sedang ramai belakangan ini, ya?” Pak

Arman menatap sekeliling.

“Sebenarnya, kedatangan saya kesini untuk menyampaikan rencana pemerintah untuk membangun jalan yang akan melewati daerah ini, dan sangat bermanfaat untuk desa ini karena dapat memudahkan Desa Toso ke desa lainnya,”

“Tapi Pak,” sela Nadia dengan suara khawatir, “Bagaimana dengan Batu Gamelan pak? bukankah jalan itu akan merusak tempat ini?”

Pak Arman mengangguk kecil, lalu berkata “Batu Gamelan kemungkinan harus dipindahkan ke tempat lain, Nadia tapi ini juga buat kemajuan desa,”

Nadia tampak bingung dan gelisah.

“Tapi Pak, ini kan peninggalan warisan leluhur di tempat ini, serta batu ini bukan batu biasa ini juga bagian dari sejarah kami,”

“Saya mengerti, Nadia,” Pak Arman tersenyum tenang, “Tapi terkandang kita harus mengorbakan sesuatu untuk mendapatkan yang lebih baik”

Beberapa warga yang mendengar percakapan mereka berdua mulai berbisik-bisik, ada beberapa warga yang setuju dengan pembangunan jalan yang disampaikan oleh Pak Arman, ada juga yang khawatir dengan Batu Gamelan yang selanjutnya.

Malamnya, Nadia berbincang dengan neneknya tentang Batu Gamelan yang ingin dibuat tempat pembangunan jalan.

“Nek, apakah kita harus mengorbankan Batu Gamelan?”, tanya Nadia lirih sambil memandang wajah neneknya.

Nenek Nadia menghela nafas panjang.

“Nak, Batu Gamelan ini sudah ada sejak zaman dulu, itu bukan sekadar batu biasa, itu peninggalan leluhur kita. Jika itu hilang, maka kita akan kehilangan sebagian dari sejarah kita.”

“Maka dari itu, aku akan memperjuangkan Batu Gamelan tersebut!”, ujar Nadia tekad yang menggebu-gebu, “Aku juga akan berusaha agar batu tersebut tidak dipindahkan.”

Keesokan harinya, Nadia mengajak teman-temannya untuk berkumpul di rumah Nadia untuk membahas mengenai Batu Gamelan.

“Kita harus melakukan sesuatu”, ujar Nadia bersemangat, “Bagaimana jika kita membuat acara untuk menunjukkan Batu Gamelan ini, agar batu itu tidak jadi

dipindahkan dan agar mereka juga tahu itu bukan batu biasa”

“Apakah itu akan berhasil, Nadia?”, tanya Viko ragu tentang rencana Nadia tersebut.

“Kita harus coba Viko,” jawab Nadia tegas, “Kalau kita diam saja, Batu Gamelan akan hilang” lanjut Nadia tak kalah tegas kepada teman-temannya.

Mereka pun setuju dengan usulan Nadia untuk mengadakan pertunjukan Batu Gamelan, jika kita tidak memperjuangkan batu tersebut kita akan kehilangan budaya kita, itu yang mereka pikirkan.

Mereka pun mulai menyebarkan mulai menyebarkan undangan untuk acara budaya yang akan diadakan di sekitar Batu Gamelan. Acara tersebut diadakan hari Jumat, tepat dua hari setelah menyebarkan undangan tersebut.

Hari Jumat pun tiba, acara tersebut dihadiri oleh banyak orang entah itu dari desa itu atau luar desa. Saat Acara dimulai, suara Batu Gamelan yang khas, dan merdu memikat semua orang yang hadir.

Tak lama kemudian, Pak Arman datang bersama dengan pejabat desa lainnya. Pak Arman dan para penjabat desa lainnya dibuat terkagum dengan suara yang dihasilkan oleh batu tersebut.

“Wah ini indah sekali saya tidak menyangka batu ini bisa menghasilkan suara sebagus ini,” ujar Pak Arman tidak berhenti memuji keindahan Batu Gamelan. Nadia menghampiri Pak Arman, “Bapak sudah lihat sendiri, ka? Batu ini sangat berharga bagi kami. Kami mohon jangan menghilangkan warisan ini, Pak,” Pak Arman terdiam sesaat, lalu kemudian mengangguk. “Saya akan bicarakan soal ini pada atasan saya, mungkin kita bisa mengambil jalur alternatif untuk jalan tersebut,”

Akhirnya, berkat usaha Nadia dan teman-temannya, pemerintah memutuskan untuk mengubah jalur jalan agar Batu Gamelan tetap berada di tempatnya. Para warga desa bersorak gembira, dan Nadia merasa bangga telah berhasil mempertahankan warisan leluhurnya.

Batang, 23 oktober 2024

 

Tags:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top